Harold seorang warga Australia berusia paruh
baya yang kehidupannya dengan cepat berubah carut-marut diluar kontrol seperti
seorang pemabuk. Masalah keuangan/ekonomi tidak didukung oleh sejumlah biaya
yang dihabiskan untuk minum dan pengaruh beban pekerjaan (stress). Simpati
istrinya berkurang disamping ia juga punya masalah tidur tengah malam. Dia
pulang untuk menemui Chris Wurm, seorang GP ahli Logotherapi. Wurm
mengkombinasikan pendekatan medis sebagai contoh pemberian informasi terhadap
bahaya minuman-minuman juga dilakukan dengan logotherapi. Roda kehidupan Harol
kembali bergulir, liku-liku sisi alkohol dari kehidupannya dan tak bisa
dihindari. Werm berkata “ bahwa memungkin untuk memikirkan apa yang dia ketahui
dan dapat menentukan pilihan dan menjalani kehidupan dengan berbagai cara
(penekanan logotherapi dapat dipertanggung jawabkan). Cerminan dari suatu
pilihan yang membawa perubahan baginya (ini adalah orientasi terhadap makna
penghayatan dan nilai - nilai terakhir yang bisa ditemuinya, nilai – nilai
bersikap), dan terdapat gambaran masa masa mendatang. Perannya sangat
menentukan dan menjadi efektif, setiap kali ia memandang betapa akal piciknya
menjadi bumerang (api dalam sekam).
SUMBER :
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/download/1496/1599
Minggu, 17 April 2016
Terapi Humanistik Eksistensial - Terapi Person Centered Terapi (Rogers) - Logoterapi (Frankl)
11513025
3PA14
Tugas 2
- Terapi Humanistik Eksistensialis
- Konsep dasar pandangan humanistik eksistensi tentang perilaku / kepribadian
Terapi
eksistensial humanisik berfokus pada kondisi manusia.
Pendekatan ini terutama
adalah suatu sikap yang menekankan pada
pemahaman atas manusia
alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan
untuk mempengarui
klien. Eksistensial humanistik berasumsi bahwa manusia
pada dasarnya memiliki
potensi-potensi yang baik minimal lebih banyak
baiknya dari pada
buruknya. Terapi eksistensial humanistik memusatkan
perhatian untuk
menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat dan
kemampuan khusus
manusia yang tercapai pada eksistensial manusia, seperti
kemampuan abstraksi,
daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreatifitas,
kebebasan sikap etis
dan rasa estetika.
Terapi
eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia.
Pendekatan ini terutama
adalah suatu sikap yang menekankan pada
pemahaman atas manusia
alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan
untuk mempengarui
klien. oleh karena itu, pendekatan eksistensial humanistik
bukan justru aliran
terapi, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik
suatu pendekatan yang
mencakup terapi-terapi yang berlainan yang
kesemuanya berlandasan
konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang
manusia.
a. Kesadaran diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu
kesanggupan yang unik
dan nyata yang memungkinkan manusia mampu
berfikir dan
memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang,
maka akan semakin besar
pula kebebasan yang ada pada orang itu.
Kesanggupan untuk
memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara
bebas di dalam kerangka
pembatasanya adalah suatu aspek yang esensial pada
manusia. Kebebasan
memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Pada
eksistensialis
menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas
keberadaan dan
nasibnya. Manusia bukanlah budak dari kekuatan-kekuatan
yang deterministik dari
pengkondisian.
b. Kebebasan, tanggung
jawab, dan kecemasan
Kesadaran
atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan
kecemasan yang menjadi
atribut dasar dari manusia. Kecemasan eksistensial
juga bisa diakibatkan
oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas
kemungkinan yang tak
terhindar untuk mati (Nonbeing). Kesadaran atas
kematian memiliki arti
penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab
kesadaran tersebut
menghadapkan individu pada kenyataan bahwa ia memiliki
waktu yang terbatas
untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa
eksistensial, yang juga
merupakan bagian dari kondisi manusia, adalah akibat
dari kegagalan individu
untuk benar-benar menjadi sesuai dengan
kemanpuanya.
c. Penciptaan makna
Manusia
itu unik, dalam arti bahwa ia berusaha menemukan tujuan
hidup dan menciptakan
nalai-nilai yang akan memberikan makna bagi
kehidupan. Menjadi
manusia juga berarti menghadapi kesendirian, manusia
lahir ke dunia
sendirian dan mati sendirian pula. Sesungguhnya pada
hakikatnya sendirian,
manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan
dengan sesamanya dalam
suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah
mahkluk rasional.
Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna
bisa menimbulkan
kondisi-kondisi isolasi, depersonalisasi, alineasi,
keterasingan, dan
kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri
yakni mengungkapkan
potensi-potensi manusiawinya. Sampai taraf tertentu,
jika tidak mampu
mengaktualkan diri, ia bisa menjadi sakit patologi
dipandang sebagai
kegagalan menggunakan kebebasan untuk mewujudkan
potensi-potensi
seseorang.
a. Tujuan
Tujuan mendasar eksistensial humanistik
adalah membantu individu
menemukan nilai, makna, dan tujuan dalam hidup
manusia sendiri. Juga
diarahkan untuk membantu klien agar menjadi lebih
sadar bahwa mereka
memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan
kemudian membantu
mereka membuat pilihan hidup yang memungkinkan dapat
mengaktualisasikan diri dan mencapai kehidupan yang
bermakna.
Menurut Gerald Corey terapi eksistensial
humanistik bertujuan agar klien mengalami keberadaanya secara otentik dengan
menjadi sadar atas keberadaanya dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat
membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuanya.
Terdapat tiga karakteristik keberadaan
otentik, menyadari sepenuhnya
keadaan sekarang, memilih bagaimana hidup pada saat
sekarang, dan
memikul tanggung jawab untuk memilih, dan karenanya
meningkatkan
kesanggupan pilihanya, yakni menjadi bebas dan
bertanggung jawab atas arah
hidupnya
b. Fungsi dan Peran
Dalam pandangan eksistensialis tugas
utama dari seorang terapis
adalah mengeksplorasi persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan
ketakberdayaan, keputusasaan, ketidakbermaknaan, dan
kekosongan
eksistensial serta berusaha memahami keberadaan
klien dalam dunia yang
dimilikinya.
May (1981), Memandang bahwa terapis bukanlah untuk merawat atau
mengobati konseli, akan tetapi diantaranya adalah membantu klien agar menyadari
tentang apa yang sedang mereka lakukan, dan untuk membantu mereka keluar dari
posisi peran sebagai korban dalam hidupnya dalam keberadaanya di dunia. 17
ini adalah
saat ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang
terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan
sebagai subyek yang
memiliki dunia.
Frankl (1959) menjabarkan peran terapis
bukanlah menyampaikan kepada klien apa makna hidup yang harus diciptakanya,
melainkan mengungkapkan bahwa klien bisa menemukan makna, bahkan juga dari
penderitaan. Dengan pandanganya itu Frankl bukan hendak menyebarkan aroma yang
pesimistik dari filsafat eksistensial, melainkan mengingatkan bahwa penderitaan
manusia (aspek-aspek tragis dan negatif dari hidup) bisa diubah menjadi
prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu, Frankl
juga menekankan bahwa orang-orang bisa menghadapi penderitaan, perasaan
berdosa, dan dalam konfrontasi, menentang penderitaan, sehingga mencapai
kemenangan. Ketidak bermaknaan dan kehampaan eksisitensial adalah
masalah-masalah utama yang harus dihadapi dalam proses terapiutik.
Tugas utama terapis adalah berusaha
memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Menurut Buhler dan Allen, para
ahli psikologi humanistik memiliki orintasi bersama yang mencakup hal-hal
berikut:
- Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
- Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
- Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
- Berorientasi pada pertumbuhan.
- Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
- Mengakui bahwa putusan-ptusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tengan klien.
- Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
- Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
- Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
3. Teknik
Teknik utama eksistensial
humanistik pada dasarnya adalah
penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli
sebagai kondisi
perubahan. Namun eksistensial humanistik juga
merekomendasikan beberapa
teknik (Pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan
dunia obyektif dan
subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu
bentuk interprestasi
dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari
pengalaman yang
mengarah pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan
makna, dan
pertumbuhan pribadi).
Pada saat terapis menemukan
keseluruhan dari diri klien, maka saat
itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik.
Penemuan kreatifitas
diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama
yang bermakna
dari klien dan terapis.
Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap
yaitu ;
a. Tahap
pertama, konselor membantu klien dalam
mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka
terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang
agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan
mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti
peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam
kehidupan mereka.
b. Pada
tahap kedua, klien didorong agar bersemangat untuk
lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem
mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman
baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
c. Tahap
ketiga, berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa
yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien
didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan
jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan
kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang
memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik
sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan
pilihan mereka, serta tanggung jawab atas penggunaan
kebebasan pribadinya.
SUMBER
http://digilib.uinsby.ac.id/10126/6/bab%202.pdf
Gerald, Corey,. Teori dan. Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung : Revika Aditama
Syamsu, Yusuf,. Juntika, Nurihsan. Teori Kepribadian, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
E, Koswara. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama
Supratik, A. Psikologi kepribadian 2. Yogyakarta : Kanisius
- Person Centered Therapy (Rogers)
Tidak seperti Allport, yang datanya semata - mata diperoleh dari studi tentang orang - orang dewasa yang matang dan sehat, Rogers bekerja dengan individu - individu yang terganggu yang mencari bantuan untuk mengubah kepribadian mereka. Untuk merawat pasien - pasien ini (dia lebih suka menyebut mereke 'klien - klien'), Rogers mengembangkan suatu metode terapi yang menempatkan tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian pada klien, bukan pada ahli terapi ( seperti dalam pendekatan freud). Karena itu disebut 'terapi yang berpusat pada klien'. Jelas metode ini menganggap bahwa individu yang terganggu memiliki suatu tingkat kemampuan dan kesadaran tertentu dan mengatakan kepada kita banyak tentang pandangan Rogers mengenai kodrat manusia.
Rogers yakin bahwa setiap orang
menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya.
Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan
ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat
menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui
pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh
harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.
Berbagai istilah dan konsep yang
muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang
sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :
1.
Pengalaman
Pengalaman mengacu pada dunia
pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran.
Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang
kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti
ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya
dari total lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah
satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2. Realitas
Untuk tujuan psikologis,
realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun
untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi
tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada
kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai
seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang
menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi
menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari
rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi,
di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
3. Organisme
Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi
karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan
siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang
lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan
untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak
mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan
keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
4. Organisme
mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini adalah prinsip utama dalam
tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan,
Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk
mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan
Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri
pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk
menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung.
Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.
5. Frame
Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi
individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada
pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan.
Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang
berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari
penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6. Konsep
Diri
Istilah – istilah mengacu pada
gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik
“I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang
lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat
pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses
perubahan.
7.
Symbolization
Ini adalah proses di mana
individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk
pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap
dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman
ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri.
Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai
terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh
perhatian dan tertarik.
8.
Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada
konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik
dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan
ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan.
Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan
karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
9.
Organismic Valuing Process
Ini adalah proses yang
berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri
untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai
intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa
yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan
hipotesis.
10. The Fully Functioning
Person
Rogers mendefinisikan mereka
yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning
person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran
bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
B. Unsur – Unsur
Terapi (Person – Centered)
1. Peran
Terapis
Menurut Rogers, peran terapis
bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap mereka,
tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan sesuatu.
Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang memfasilitasi
perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik – teknik yang
mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai instrument
perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu klien untuk
tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal
dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu
kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya
bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya.
Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
2. Tujuan
Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis
tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di milikinya
pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni
pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis
memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya
berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian
dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis
memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan
pasien tanpa memberi penilaian.
C. Teknik – Teknik
Terapi
Untuk terapis person – centered,
kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya
bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1. Empathy
2. Positive
Regard (acceptance)
3.
Congruence
Empati adalah kemampuan terapis
untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali
kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir
tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin
menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling
berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan
dan pembelajaran.
Positive Regard yang di kenal
juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai
pribadi – sangat menghargai klien karena keberadaannya.
Congruence / Kongruensi adalah
kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau
pulasan – pulasan.
Menurut Rogers perubahan
kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam suatu
hubungan.
SUMBER
Corsini, R . CURRENT PSYCHOTHERAPIES. Itasca , Illinois: F.E. PeacockPublishers.
Schultz, Duane. Psikologi Pertumbuhan, Model Kepribadian Sehat . Yogyakarta : Kanisius
Supratik, A. Psikologi kepribadian 2. Yogyakarta : Kanisius
Semiun. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : kanisius
Murad, J. Dasar - Dasar Konseling. Jakarta : Universitas Indonesia
- Logoterapi (Frankl)
Frankl mengungkapkan bahwa selama individu mempunyai makna hidup, ia akan merasakan kebahagiaan dan kenikmatan yang memuaskan. Sebaliknya, apabila individu tersebut tidak mempunyai makna atau tidak mampu memberikan arti dan tujuan hidupnya, ia akan menjadi pribadi yang tidak orisinil, kehilangan keyakinan dan terombang - ambing menurut kemauan lingkungannya.
Dengan asumsi ini , Frankl berpendapat bahwa kekuatan yang paling utama untuk menggerakkan kepribadian manusia terletak dari sejauh mana keinginannya untuk memberi makna hidup (the will to meaning). Logoterapi dibangun diatas tiga asumsi dasar yang satu sama lain saling mempengaruhi, yaitu :
1. Fredom of
will (kebebasan bersikap dan berkehendak)
Frankl
sangat menantang pendekatan-pendekatan psikologi/psikiatri yang menyatakan
kondisi manusia dipengaruhi dan ditentukan oleh insting-insting biologis atau
konflik masa kanak-kanak atau sesuatu kekuatan dari luar lainnya. Menurut
Frankl meskipun kondisi luar tesebut mempengaruhi kehidupan, namun individu
bebas memilih reaksi dalam menghadapi kondisi-kondisi tersebut. Manusia memang
tidak akan dapat bertahan dan mampu menghilangkan kekuatan-kekuatan luar
tersebut, tetapi bebas memilih sikap untuk menghadapi, merepson dang menangani
kekuatan tersebut.
Manusia
harus menghargai kemampuannya dalam mengambil sikap untuk mencapai kondisi yang
diinginkannya. Manusia tidak sepenuhnya dikondisikan dan ditentukan oleh
lingkungannya, namun dirinyalah yang lebih menentukan apa yang akan dilakukan
terhadap berbagai kondisi itu. Dengan kata lain manusialah yang menentukan
dirinya sendiri.
2. Will to
Meaning (kehendak untuk hidup bermakna)
Kehendak
akan arti kehidupan maksudnya kebutuhan manusia untuk terus mencari makna hidup
untuk eksistensinya. Semakin individu mampu mengatasi dirinya maka semakin ia
mengarah pada suatu tujuan sehingga ia menjadi manusia yang sepenuhnya. Arti
yang dicari tersebut memerlukan tanggung jawab pribadi karena tidak seorangpun
bisa memberikan pengertian dan menemukan maksud dan makna hidup kita selain
diri kita sendiri. Dan itu merupakan tanggung jawab masing-masing pribadi untuk
mencari dan menemukannya. Menurut Frankl keinginan untuk hidup yang bermakna
ini merupakan motivasi utama yang tedapat pada manusia untuk mencari, menemukan
dan memenuhi tujuan dan arti hidupnya.
3. Meaning
of Life (makna hidup)
Pada
dasarnya, manusia adalah makhluk yang selalu berusaha untuk memaknai hidupnya.
Pada beberapa orang, pencarian makna hidup bisa berakhir dengan keputusasaan.
Keputusasaan dan kehilangan makna hidup ini merupakan neurosis, dan Frankl
menyebut kondisi ini noogenic neurosis. Sebutan itu bermakna bahwa neurosis ini
berbeda dengan yang disebabkan oleh konfliks psikologis dalam individu.
Noogenic neurosismenggambarkan perasaan tidak bermakna, hampa, tanpa tujuan dan
seterusnya. Orang-orang seperti ini berada dalam kekosongan eksistensial
(existential vacuum). Tetapi Frankl mengatakan bahwa kondisi tersebut lumrah
terjadi di zaman modern ini.
Frankl
menganggap bahwa makna hidup itu bersifat unik, spesisfik, personal, sehingga
masing-masing orang mempunyai makna hidupnya yang khas dan cara penghayatan
yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lainnya.
2. Unsur - Unsur Terapi
- Munculnya Gangguan
- Tujuan dari logoterapi
adalah membangkitkan “kemauan untuk bermakna” dalam individu tersebut, yang
bersifat khusus dan pribadi bagi masing-masing orang. Untuk memahami adanya potensi dan
sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari
ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
Untuk menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakanBertujuan memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
- Peran Terapis
o Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah
o Mengendalikan filsafat pribadi
o Terapis bukan guru atau pengkhotbah
o Memberi makna lagi pada hidup
o Memberi makna lagi pada penderita
o Menekankan makna kerja
o Menekankan makna cinta
3. Teknik terapi
·
Diantara teknik-teknik tersebut
adalah yang dikenal dengan intensi paradoksal, yang mampu menyelesaikan
lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi.
Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
·
·
Teknik terapi Frankl yang kedua
adalah de-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan
berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri sendiri. Dengan
mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain,
persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya.
SUMBER
Bastaman, H. Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Kehidupan Bermakna. Jakarta: Rajawali Press.
Corey, G. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditam
http://konseling.umm.ac.id/page/id-file_home_2916-15.pdf.
Tasmara, Toto. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence) . Depok : Gema Insani
Schultz, D. Psikologi Pertumbuhan: Model kepribadian yang sehat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Langganan:
Postingan (Atom)